Puteri Junjung Buih
Posted: Rabu, 21 April 2010 by Rusman Effendi in
Puteri Junjung Buih adalah seorang Raja Puteri dari Kerajaan Negara Dipa menurut Hikayat Banjar. Puteri ini berasal dari unsur etnis pribumi Kalimantan. Puteri Junjung Buih merupakan anak dari Lambung Mangkurat yang diperolehnya ketika "balampah" (bahasa Banjar : bertapa) yang muncul dari dalam buih di sungai. Raja puteri ini kemudian menikah dengan Pangeran Suryanata dari Majapahit. Salah seorang anak mereka yaitu Pangeran Aria Dewangga menikah dengan Putri Kabuwaringin, puteri dari Lambung Mangkurat (unsur pendiri negeri), kemudian mereka berdualah yang menurunkan raja-raja dari Kerajaan Negara Dipa, Kerajaan Negara Daha hingga Kesultanan Banjar dan Kesultanan Kotawaringin.
Menurut pesisir Kalimantan seorang raja haruslah keturunan raja puteri ini sehingga raja-raja mengaku sebagai keturunan Puteri Junjung Buih. Beberapa juga mengaku sebagai keturunan Puteri Junjung Buih. Dalam tradisi Kerajaan Kutai, Putri Junjung Buih merupakan isteri kedua dari Aji Batara Agung Dewa Sakti Kutai Kartanegara ke-1.
Menurut pesisir Kalimantan seorang raja haruslah keturunan raja puteri ini sehingga raja-raja mengaku sebagai keturunan Puteri Junjung Buih. Beberapa juga mengaku sebagai keturunan Puteri Junjung Buih. Dalam tradisi Kerajaan Kutai, Putri Junjung Buih merupakan isteri kedua dari Aji Batara Agung Dewa Sakti Kutai Kartanegara ke-1.
Puteri Junjung Buih adalah sama dengan Kameloh Putak Janjulen Karangan yang dikenal dalam masyarakat Dayak yang berasal dari Jawa (tahun 1524), adalah permaisuri Sultan Bolkiah dari menurut legenda suku Kedayan dipercaya berasal dari buih lautan (mirip cerita Putri Junjung Buih yang keluar dari buih di sungai).
Dalam hikayat Raja-Raja Banjar yang ditulis berdasarkan foklore yang berkembang di kalangan masyarakat urang Banjar disebutkan, bahwa cikal-bakal dari penguasa-penguasa yang pernah memimpin urang Banjar pada masa lampau adalah Puteri Junjung Buih yang kawin dengan Pangeran Surianata. Dinamai dengan Puteri Junjung Buih karena puteri tersebut ditemukan hanyut di air sungai.
Dalam Hikayat Raja-Raja Banjar menyebutkan bahwa sungai dimana puteri hanyut adalah sungai Tabalong. Tetapi ada foklore lain yang menyebutkan, bahwa bukan di sungai Tabalong, tetapi di aliran sungai Tapin.
Foklore yang menceriterakan Puteri Junjung Buih hanyut di sungai Tabalong banyak diyakini oleh masyarakat Dayak Dusun Deyah yang banyak bermukim di hulu aliran sungai Tabalong. Mereka sangat yakin bahwa Puteri Junjung Buih adalah wanita yang berasal dari suku Dusun Deyah. Artinya Puteri Junjung Buih adalah seorang puteri Dayak Dusun Deyah.
Terlepas dari asal sungai dimana Puteri Junjung Buih hanyut, apakah di aliran sungai Tabalong atau sungai Tapin, yang jelas di daerah hulu kedua sungai tersebut sama-sama-sama dihuni oleh suku Dayak. Hulu aliran sungai Tapin dihuni oleh suku Dayak Bukit.Apabila foklore yang berkembang di kalangan masyarakat ini benar, maka jelaslah bahwa Puteri Junjung Buih adalah asli puteri suku Dayak, yang barangkali anak dari tokoh masyarakat suku Dayak yang tinggal di pedalaman Kalimantan.
Alkisah dari Hikayat Banjar
Pada suatu malam Lambung
Mangkurat bermimpi. Dalam mimpinya seolah mendengar suara almarhum ayahandanya.
Beliau menganjurkan supaya Lambung Mangkurat membuat rakit-rakit dari 14 batang
pohon pisang saba dengan berlangit-langit kain putih. Di empat sudut digantungkan
mayang mengurai. Lambu Mangkurat harus pula membakar dupa, dan berhanyut ke
hilir sungai dengan tidak merasa gentar, bila seandainya bertemu buaya, ikan,
dan ular besar. Jika dia dan rakitnya sampai di Lubuk Bargaja, maka rakit itu
akan berputar di pusaran air. Kalau pusaran air ini tenang kembali, dia akan
melihat sebuah buih raksasa. Dari dalam buih ini akan terdengar suara perempuan
yang berbicara kepadanya. Perempuan inilah yang akan menjadi raja putri Negara
Dipa.
Besok harinya Lambung Mangkurat
melaksanakan petunjuk yang terdapat dalam mimpinya. Dengan rakit yang memenuhi
syarat seperti yang dikehendaki, diapun berhanyut ke hilir. Dengan tidak merasa
takut, walaupun sepanjang jalan bertemu dengan buaya, ikan, dan ular-ular
besar.
Akhirnya dia melihat buih yang
bercahaya-cahaya timbul ke permukaan air. Suatu suara yang lemah Lambungt dan
merdu bertanya: “Lambung Mangkurat, apakah yang engkau perbuat di sini?” Lambung
Mangkuratpun menjawab: “Hamba mencari seorang raja untuk memerintah di Negara
Dipa!” Suara itu kedengaran lagi. “Lambung Mangkurat, aku adalah raja putri,
Putri Tunjung Buih yang engkau cari!”. Lambung Mangkurat terus berjanji
mempersembahkan candi sebagai istana. Tetapi Putri Tunjung Buih menolak tinggal
di sana . Karena
di situ pernah di letakkan patung-patung yang dijadikan berhala. Dia meminta
supaya membangun sebuah mahligai. Sebagai tiangnya haruslah diambil 4 pohon
batung batulis dari gunung Batu Piring. Mahligai itu haruslah selesai
dikerjakan di dalam satu hari. Selanjutnya empat puluh orang gadis harus
menyelesaikan selembar kain kuning yang panjangnya 7 meter dan lebarnya 2
meter. Kain itu akan digunakan oleh putri sebagai selendang jika dia bepergian.
Setelah mengetahui hal ini semua,
Lambung Mangkurat pun segera memberitahukan peristiwa ini kepada Empu
Mandastana. Rakyat dilarang melayari sungai tersebut sebelum putri naik ke
mahligai. Empat orang patih mendapat perintah untuk mengambil 4 pohon batung
batulis. Benarlah, pada hari itu permintaan Putri Tunjung Buih selesai, seperti
mahligai. Sedangkan keempat puluh orang gadis dapat pula memenuhi kewajiban
yang dipikulkan kepada mereka untuk membuat selembar kain langgundi.
Dengan suatu upacara kebesaran,
berangkatlah Lambung Mangkurat menjemput sang Putri Tunjung Buih dengan
diiringi oleh 40 orang gadis yang berpakaian kuning. Dengan khidmat kain
kuningpun dipersembahkan kepada Putri Tunjung Buih. Bercahaya-cahaya,
gilang-gemilang keluarlah putri dari dalam buih, berpakaian rapi dan
berselendang kain kuning yang dibuat oleh para gadis. Dengan diiringi oleh
rakyat, berangkatlah Putri Junjung Buih menuju mahligainya. Hanya 40 orang
gadis pengiring yang diperkenankan tinggal bersama Putri.
Kini Putri Junjung Buih pun
menjadi raja di Negara Dipa. Di dalam wujudnya, pemerintahan diserahkan kepada
kebijaksanaan Lambung Mangkurat, walaupun dia adalah adik dari Empu Mandastana.
Dan ia pulalah yang memberikan keputusan-keputusan yang penting di dalam soal
yang bertalian dengan urusan negara.
Pada suatu hari Lambung Mangkurat
menghadap Putri Junjung Buih, dengan maksud menanyakan apakah dia tidak akan
memilih suami. Dengan tegas Putri Junjung Buih itu menjawab: “bahwa dia hanya
akan kawin dengan seorang laki-laki yang diperoleh dengan bertapa”. Jawaban ini
menimbulkan kesukaran yang tidak mudah dipecahkan. Dengan agak malu Lambung
Mangkurat memohon diri pulang.
Baca juga Pangeran Suryanata
Baca juga Pangeran Suryanata
-oOo-
Harap menampilkan link asal setiap mengcopas posting dan photo ini, karena posting ini telah dicopas pihak wikipedia pada tanggal 4 Agustus 2011 di http://id.wikipedia.org/wiki/Puteri_Junjung_Buih
teruss lestarikann, masih info blog nya