Nasib Intan Trisakti
Posted: Sabtu, 24 Desember 2011 by Rusman Effendi in
Nasib Intan Trisakti
Judul asli : Tragedi Intan Trisakti
Oleh : Tajuddin Noor Ganie, M.Pd
(Mantan Pedulang Intan Th.1975-1979)
(Barito Post, 16, 18, & 19 Oktober 2010)
(Barito Post, 16, 18, & 19 Oktober 2010)
Intan
Trisakti adalah nama Intan sebesar 166,75 karat yang ditemukan oleh sekelompok
pedulang intan di bawah pimpinan H. Madslam dkk (24 orang) di lokasi
pendulangan intan Sungai Tiung Kec. Cempaka Kab. Banjar (Kalimantan Selatan)
pada tanggal 26 Agustus 1965. Nama intan Trisakti diberikan oleh Presiden
Soekarno.
Menurut
versi piagam yang diberikan oleh Menteri Pertambangan
RI (Armunanto), Intan Trisakti
tidak dijual oleh para penemunya tetapi dipersembahkan kepada Paduka Yang Mulia
Presiden Soekarno (Majalah Sarinah Jakarta). Atas jasa bakti persembahan itu
permerintah berjanji akan memberikan balas jasa yang sepadan kepada H. Madslam
dkk.
Balas
jasa memang diberikan dalam bentuk ongkos naik haji untuk para penemu intan
ditambah dengan sanak keluarganya, dan para pejabat yang terlibat. Jika
dihitung secara keseluruhan, akumulasi uang balas jasa yang diberikan
pemerintah kepada H. Madslam dkk ketika itu tercatat sebesar Rp. 3,5 juta.
Padahal, konon menurut taksiran kasar, harga yang pantas untuk Intan Trisakti
ketika itu adalah Rp. 10 triliun.
Minggu, 22 Agustus 1965
Pukul 01.00-02.30 Wita
Pukul 01.00-02.30 Wita
H.
Madslam salah seorang pedulang intan di Kec. Cempaka bermimpi menggiring
ratusan ekor kerbau menuju ke sebuah bukit. Begitu kerbau-kerbau itu sampai ke
tempat yang dituju, H. Madslam terbangun dari tidurnya. H. Madslam ketika itu
berstatus sebagai kepala kelompok pendulangan intan yang berjumlah 22 orang.
Mereka ketika itu sedang menggarap sebuah lubang pendulangan di lokasi
pendulangan intan Cempaka.
Pada
waktu yang sama, H. Sarimanis, anak buah H. Madslam bermimpi tubuhnya ditindih
seseorang yang bertubuh tambun. Ia hampir kehabisan nafas. Untunglah pada saat
yang kritis itu datang bantuan seseorang. Orang itu menolongnya membebaskan
dari tindihan orang yang bertubuh gempal. Setelah itu, H. Sarimanis terbangun
dari tidurnya.
H.
Masykur bin H. Jerman, anak buah H. Madslam, bermimpi melihat sejumlah mayat
yang berserakan di bibir mulut lubang pendulangan intan yang sedang mereka
garap sejak beberapa hari yang lalu. H. Tahir, anak buah H. Madslam, bermimpi
melihat dua andaru (meteor). Satu andaru jatuh ke dalam lubang pendulangan, dan
andaru yang satunya lagi jatuh ke atap rumah H. Madslam.
Seorang
ulama warga kota
Kec. Cempaka yang tidak bersedia menyebutkan namanya bermimpi melihat kota Cempaka dilanda
banjir bandang.
Kamis,
26 Agustus 1965
Pukul 11.00 Wita
Pukul 11.00 Wita
Setelah
bersih, batu-batu besar yang tersisa di dalam ayakan dibolak-baliknya dengan
hati-hati, sementara itu matanya menatap dengan cermat ke arah tumpukan batu
bersih yang sedang dibolak-baliknya itu.
Ternyata
tidak ada intan besar yang tersangkut di ayakan itu. H. Mastiah sempat kaget
setengah mati karena ia melihat karena ia melihat ada seekor ular kecil
berwarna ungu sedang melingkar di antara batu-batu dulangan yang sedang
diperiksanya itu. Ia bisa saja menimpuk ular kecil itu dengan batu besar yang
ada di tangannya. Tapi ia tidak melakukannya, karena hal itu termasuk pantangan
besar bagi seorang pendulang intan. H. Mastiah juga tidak mengusir ular itu
dengan kibasan tangan atau dengan bahasa isyarat hus..hus..hus,karena hal itu
juga tabu dilakukan.
H.
Mastiah akhirnya nekad menangkap ular itu, namun aneh bin ajaib begitu berada
di dalam genggamannya ular itu tiba-tiba berubah wujud menjadi batu kecubung
berwarna ungu. Ia tidak jadi melemparkannya sebagaimana yang sudah diniatkannya
tadi. H. Mastiah kemudian menyerahkan batu kecubung berwarna ungu itu kepada
Syukri teman sekerjanya yang kebetulan duduk berdampingan dengannya. Ketika itu
Syukri juga bertugas sebagai seorang pengayak batu seperti halnya H. Mastiah.
“Galuh..!!”
pekik Syukri begitu mengamati batu kecubung berwarna ungu itu. Galuh adalah
kata ganti untuk menyebut intan. Sesaat kemudian terjadilah kegaduhan kecil di
lokasi pendulangan intan itu. Orang-orang yang ada di sana saling berebutan ingin melihat benda
yang disebut-sebut Syukri sebagai galuh itu.
Pukul 12.10 wita
Warga
desa Sungai Tiung Kec. Cemapaka gempar. Mereka berlarian dari arah kampung
menuju ke lokasi pendulangan intan. Mereka tampaknya seperti berlomba ada cepat
tiba di lokasi pendulangan intan.
Rupanya
dalam tempo singkat berita penemuan sebutir batu besar berwarna ungu yang
diduga intan itu sudah sampai ke segenap penjuru desa. Sementara itu, di lokasi
pendulangan intan, orang-orang sedang ramai mengerumbungi H. Madslam yang
tengah memegang sebutir bat berwarna ungu sebesar bola pimpong.
Di
antara orang-orang yang sedang berkerubung itu ada yang mengatakannya bukan
intan, tapi Cuma batu kecubung, tetapi banyak juga mereka yang haqqul yakin itu
intan.
“ Ini
galuh. Asli galuh. Yakin ini pasti galuh..!!”
“ Bukan,
ini bukan galuh. Ini Cuma batu kecubung..!!”
“ Galuh..!!”
“ Bukan..!!”
Tiba-tiba
di antara mereka ada yang mencabut mandau dengan maksud membelah batu ungu itu
menjadi dua. Jika belah bearti batu, jika tidak bearti intan.
Tapi,
orang-orang serentak mencegahnya karena hal itu tidak akan menyelesaikan
masalahnya malah menimbulkan masalah.
“Sudah..sudah,
bagaimana kalau kita semua sama-sama pergi ke rumah Pak Kades H. Anang
Syachruni saja. Biar beliau yang memutuskan apakah benda ini intan atau Cuma
batu kecubung”
“Akuuuurr..!!”
Mereka
lalu berbondong-bondong meninggalkan lokasi pendulangan intan menuju ke rumah
Pak Kades yang terletak di jantung kota
Cempaka.
Pukul 14.00 Wita
Begitu rombongan H. Madslam dan kawan-kawan tiba di rumah H. Anang Syachruni,
rumah Pak Kades itu langsung penuh sesak. Penduduk tidak hanya berdesak-desakan
di dalam rumah tetapi juga di sekeliling bagian luar rumah. Rumah Pak Kades
ketika itu seperti kapal yang tengah berada di tengah-tengah lautan manusia.
H. Anang Syachruni ternyata tidak dapat memastikan apakah batu ungu itu intan
atau Cuma batu kecubung. Mereka kemudian bersepakat untuk membawa batu ungu itu
ke hadapan Bupati Banjar H. Basri BA.
Pukul
17.00 Wita
Setelah segala sesuatunya siap, mereka berangkat secara berombongan ke rumah
dinas Bupati Banjar yang terletak di jantung kota Martapura.
Mereka yang berangkat antara lain : H. Madslam, H. Jinu, H. Hassan, H. Anang
Syachruni, H. Syukur dan Sersan Rahmat (sebagai pengawal mereka).
Pukul
19.00 Wita
Rombongan
H. Madslam diterima langsung oleh Bupati Banjar H. Basri, BA. Begitu melihat
batu ungu itu, Bupati Banjar kemudian menelepon anggota Panca Tunggal. Mereka
diminta datang untuk menjadi saksi penemuan batu ungu yang sangat menakjubkan
itu. Selain itu Bupati Banjar juga memanggil seorang ahl intan untuk memastikan
apakah batu ungu itu intan atau Cuma batu kecubung.
Tidak
lama kemudian, orang-orang yang dipanggil Bupati Banjar berdatangan satu
persatu. Mereka adalah Kapten Inf. R. Soeparno (Komandan Kodim 1006 Martapura),
AKBP Aridjas Syarif (Komandan Resort Kepolisian Banjar), Dahlan (Kepala Kejaksaan
Negeri Martapura), Poedjastoeti (Ketua Front Nasional Banjar), dan H. Hasnan
(Camat Banjarbaru), dan ahli intan.
Begitu
tiba, ahli intan segera melakukan pemeriksaan dengan menggunakan alat penguji
intan yang dibawanya. Tidak lama kemudian ahli intan memastikan bahwa batu ungu
itu adalah intan, bukan batu kecubung.
Mendengar
penegasan itu, H. Madslam dan kawan-kawan segera mengucap syukur dan beberapa
orang diantaranya langsung sujud syukur di kediaman dinas Bupati Banjar.
Kamis,
26 Agustus 1965
Pukul
21.00 Wita
Tiba-tiba
mereka yang berkumpul di rumah dinas Bupati Banjar dikejutkan oleh teriakan
kebakaran. Ternyata, yang terbakar adalah Pasar Batuah, yakni pasar bertingkat
duayang terletak persis di seberang jalan rumah dinas Bupati Banjar. Bupati Banjar
memutuskan agar intan dititipkan di Kantor Resort Kepolisian Banjar, karena
sangat riskan jika intan itu dibawa pulang kembali ke Cempaka pada malam hari
itu juga. Salah-salah mereka akan dirampok orang ditengah jalan.
H.
Madslam tidak setuju dengan keputusan Bupati Banjar. Mereka ingin membawa intan
itu pulang kembali ke Cempaka pada malam itu juga. Mereka yakin tidak akan
terjadi apa-apa di tengah jalan. Apalagi mereka ketika itu dikawal oleh anggota
polisi (Sersan Rahmat).
Namun
keputusan Bupati Banjar didukung oleh anggota Panca Tunggal lainnya. Tidak ada
pilihan bagi H. Madslam dan kawan-kawan kecuali menitipkan intan itu di Kantor
Resort Kepolisian Banjar.
Penitipan
itu disertai dengan tanda terima yang ditandatangi oleh Bupati Banjar, Dandim,
Danres Kepolisian Banjar, dan disaksikan oleh 6 orang saksi yang ikut
membubuhkan tandatangannya. Pada kesempatan itu Danres Kepolisian Banjar
berjanji akan membawa intan titipan itu ke Cempaka untuk diserahkan kembali
kepada para pemiliknya yang dalam hal ini diwakili oleh H. Madslam pada 28
Agustus 1965.
Sabtu,
28 Agustus 1965
Pukul
07.00 Wita
Warga
kota Cempaka sudah berkumpul di alun-alun kota . Suasana kota Cempaka tampak hiruk pikuk oleh kehadiran warga kota yang berdatangan dari segenap pelosok kota . Mereka ingin
menyaksikan peristiwa langka yang tak mungkin terulang lagi.
Hari
itu, H. Madslam selaku wakil pemilik akan menerima kembali intan temuan mereka
yang selama dua hari berturut-turut dititipkan di Kantor Resort Kepolisian
Banjar di Martapura. Sesuai janji yang diucapkan Danres Kepolisian Banjar,
intan itu akan diantarkan dan diserahkan langsung kepada H. Madslam di hadapan
warga kota
Cempaka.
Pukul
11.00 Wita
Rombongan
Danres Kepolisian Banjar tiba di alun-alun kota Cempaka. Mereka dielu-elukan oleh warga kota yang berkumpul di
tempat itu. Danres Kepolisian Banjar kemudian memperlihatkan intan yang
dipegangnya kepada warga kota
Cempaka. Tapi, intan itu ternyata tidak diserahkan kembali kepada H. Madslam
sesuai janji Danres Kepolisian Banjar.
Pada
kesempatan itu diumumkan bahwa Presiden Soekarno telah memerintahkan agar intan
segera dibawa ke Jakarta .
Tiga orang telah ditunjuk untuk membawanya ke Jakarta , yakni Bupati Banjar, Danres
Kepolisian Banjar, dan H. Madslam.
Pukul
12.00 Wita
H.
Madslam dan para penemu intan lainnya berunding untk merumuskan bagaimana
caranya agar beberapa orang di antara mereka dapat ikut srta berangkat ke Jakarta .
Pukul
13.00 Wita
Direktur
Utama BPU Pertambun Jakarta mengirim surat
kepada Panca Tunggal Kabupaten Banjar bahwa intan temuan H. Madslam dkk akan
dibeli pemerintah. Harga belinya akan ditetapkan dengan setepat-tepatnya
setelah pemerintah mendapatkan penjelasan yang diperlukan dari para ahli intan
dari dalam dan luar negeri.
Minggu,
29 Agustus 1965
Pukul
06.00 Wita
H. Madslam, H.
Hasnan, H. Anang Syachruni, dan H. Hasyim berangkat ke lapangan terbang Ulin
Banjarbaru. Mereka ingin bergabung dengan rombongan Bupati Banjar, dan Danres
Kepolisian Banjar yang akan berangkat ke Jakarta
pada hari itu juga.
Pukul
10.00 Wita
Ternyata
kursi yang tersedia di pesawat terbang Garuda Indonesia Airways tujuan Jakarta sudah terisi
penuh. Mendengar penjelasan itu H. Madslam jatuh pingsan. Situasi di lapangan
terbang Ulin Banjarbaru menjadi mencekam karenanya.
Pada
saat itulah pesawat terbang Garuda Indonesia Airways yang membawa rombongan
Do’a Sulaiman tiba di lapangan terbang Ulin Banjarbaru. Kepada Bupati Banjar,
Danres Kepolisian Banjar, dan H. Madslam dkk diberitahukan bahwa intan itu akan
dibeli pemerintah pusat dengan harga yang pantas.
Penetapan
harga yang pantas itu akan dilakukan pemerintah setelah mendengar penjelasan
para ahli mengenai kualitas fisik intan dan perkiraan harga jualnya di pasaran
internasional. Namun, sebelum kesepakatan harga tercapai, pemerintah akan
segera memberikan uang persekot sebesar Rp. 200 juta.
Mendengar
penjelasan Do’a Sulaiman itu, H. Madslam siuman. Pada saat itulah intan
diserahkan kepada Do’a Sulaiman. Oleh Do’a Sulaiman intan itu dititipkan untuk
disimpan di dalam tas milik isteri Irjenpol Soekahar (Panglima Daerah
Kepolisian Kalselteng) yang kebetulan juga akan berangkat ke Jakarta dengan pesawat yang sama.
Pukul
12.00 Wita
Sesaat
sebelum naik ke pesawat terbang Garuda Indonesia Airways, lagi-lagi H. Madslam
jatuh pingsan. Ia terpaksa digantikan oleh H. Hasyim pamannya sendiri. H,
Madslam siuman kembali ketika roda pesawat terbang terangkat dari landasan pacu
lapangan terbang Ulin Banjarbaru. Namun, tidak berapa lama kemudian H. Madslam
pingsan lagi.
Pukul
12.30 Wita
Pesawat
terbang Garuda Indonesia Airways yang membawa intan hasil temuan H. Madslam dkk
mendarat di lapangan terbang Kemayoran Jakarta. Intan kemudian dibawa ke rumah
Soetjipto Joedodihardjo untuk dititipkan di sana .
Senin,
30 Agustus 1965
Pukul
12.00 Wita
H.
Madslam, H. Hasnan, dan H. Anang Syachruni berangkat ke Jakarta dengan
menumpang pesawat terbang yang tinggal landas di lapangan terbang Ulin
Banjarbaru. Ternyata, pesawat terbang Garuda Indonesia Airways yang mereka
tumpangi tidak langsung terbang ke Jakarta ,
tetapi singgah dulu di Surabaya .
Mereka terpaksa menginap di Surabaya .
Pukul
12.00 Wita
Sementara
itu, di Jakarta berlangsung pertemuan antara Presiden Soekarno dengan rombongan
pembawa intan hasil temuan H. Madslam dkk. Pada kesempatan itulah intan diserahkan
kepada Presiden Soekarno oleh Soetjipto Joedodihardjo dengan disaksikan
langsung oleh rombongan pembawa intan yang datang dari daerah Kalsel.
Selasa,
31 Agustus 1965
Pukul
12.00 Wita
H. Madslam, H. Hasnan, dan H. Anang Syachruni berangkat ke Jakarta dengan
menumpang pesawat Garuda Indonesia Airways yang tinggal landas di lapangan
terbang Surabaya.
Pukul
12.30 Wita
H. Madslam, H. Hasnan, dan H. Anang Syachruni tiba di Jakarta . Mereka disambut oleh petugas dari
BPU Pertambun Jakarta. Mereka kemudian diinapkan di Mess Tambang Batubara Jakarta .
Pukul
19.00 Wita
H. Madslam, H. Hasnan, dan H. Anang Syachruni dijamu makan malam di sebuah
rumah makan di Jalan Bungur Besar Jakarta .
Di tempat itu mereka bertemu dengan Irjenpol Soekahar (Pangdak Kalselteng), H.
Basri, BA (Bupati Banjar), AKBP Aridjas Syarif (Danres Kepolisian Banjar), dan
H. Basuni (Camat Astambul).
Pada kesempatan itulah H. Madslam diberitahukan bahwa intan sudah diserahkan
kepada Presiden Soekarno pada hari Senin, 30 Agustus 1965.
Rabu, 1
September 1965
H.
Madslam dan rombongan dibawa berkeliling kota Jakarta . Mereka diinapkan
di Hotel Indonesia, hotel terbesar dan termewah di tanah air kita ketika itu.
Setelah itu mereka dibawa berkeliling kota Bandung .
Pada
kesempatan berada di Jakarta
ini, H. Madslam sempat meminta pihak yang berkentingan untuk membantu bagaimana
caranya supaya mereka dapat bertemu langsung dengan Presiden Soekarno.
Sesuai
dengan prosedur resmi, pihak protokoler istana ketika itu berjanji akkan
menghubungi para ajudan supaya H. Madslam dan rombongannya dapat bertemu
Presiden Soekarno. Tapi, karena padatnya jadwal acara yang harus dijalani
Presiden Soekarno, maka H. Madslam dan rombongannya tak kunjung dipanggil untuk
bertemu.
Kamis, 2
September 1965
Presiden
Soekarno memberinama Intan Trisakti untuk intan hasil temuan H. Madslam dkk.
Senin, 6
September 1965
Setelah
berada di Surabaya, Jakarta, dan Bandung selama 7 hari, H. Madslam dan
rombongannya hari ini tiba kembali di kota Cempaka.
Rabu, 29
September 1965
H.
Madslam hari ini menerima uang sebesar Rp. 200 jt dari pemerintah pusat. Uang
yang diterimanya itu merupakan uang pembayaran tahap pertama untuk pembelian
Intan Trisakti. Pada hari itu juga uang dimaksud dibagi rata kepada mereka yang
berhak menerimanya.
Kamis,
30 September 1965
Terjadi
huru-hara politik di Jakarta .
PKI melakukan penculikan atas 7 orang petinggi TNI AD. Para petinggi TNI AD itu
kemudian dibunuh dengan cara-cara yang sadis di suatu tempat di Jakarta yang disebut
lubang buaya.
Jumat, 1
Oktober 1965
Panglima
Kostrad Mayjend Soeharto berhasil menumpas habis G30.S/PKI yang dipimpin oleh
Letkol Untung dari Resimen Tjakrabirawa.
13
Desember 1965
H.
Madslam dkk kelimpungan, tanpa diduga sama sekali pemerintah pusat melakukan sanering,
yakni memotong nilai uang dari Rp. 1.000,- menjadi Rp. 1,- (Lembaran Negara
Nomor 102/1965). Uang pembayaran harga intan yang baru mereka terima langsung
merosot nilainya menjadi Rp. 200 ribu saja.
Pebruari
1966
Presiden
Soekarno berhasil meredakan suhu politik yang sempat memanas setelah meletusnya
huru-hara G30.S/PKI. Kesempatan ini digunakan oleh pemerintah pusat untuk
membayar harga beli Intan Trisakti pada tahap kedua sebesar Rp. 200 riba uang
baru yang setara dengan Rp. 200 juta uang lama. Pada hari itu juga uang
dimaksud dibagi rata kepada mereka yang berhak menerimanya.
Maret
1966
H.
Madslam menerima uang sebesar Rp. 960 ribu uang baru yang setara dengan Rp. 960
juta uang lama dari pemerintah pusat. Uang yang diterimanya itu merupakan uang
pembayaran tahap ketiga untuk pembelian Intan Trisakti. Tapi, uang ini tidak
dibagikan karena merupakan uang yang harus mereka bayarkan untuk ongkos naik
haji secara berombongan bagi 86 orang calon jemaah haji
Rinciannya
22 orang berstatus sebagai anggota kelompok pendulang intan penemu Intan
Trisakti, 22 orang isteri-isteri mereka, dan sisanya adalah calon jemaah haji
yang berstatus sebagai pemilik tanah, pemilik pompa, pemilik peralatan lainnya,
para pejabat Pemda Kalsel, dan para pejabat Departemen Pertambangan Jakarta
(yang juga berangkat beserta isteri/suaminya masing-masing).
15 Juni
1966
Mulyono,
pejabat Bank Indonesia Jakarta, hari ini menyerahkan Intan Trisakti kepada Dr.
IC Berg. Penyerahan Intan Trisakti dilakukan di anak tangga pesawat terbang KLM
yang sudah siap tinggal landas dari Bandara Kemayoran Jakarta menuju ke Den
Haag, Negeri Belanda. Menurut rencana Intan Trisakti akan diperiksa oleh tim
ahli dari NV Asecher Belanda.
9 Nopember 1966
Tim
ahli NV Asecher Belanda menemukan cacat fisik pada Intan Trisakti. Ada fleks (kotoran) yang
melekat di dalamnya. Fleks itu harus dibuang lebih dulu. Selain itu, pihak NV
Asecher juga menyarankan agar Intan Trisakti dipotong-potong menjadi beberapa
butir. Alasannya, jauh lebih mudah menjual beberapa butir intan berukuran
kecil, daripada menjual sebutir intan berukuran besar.
Pemerintah
pusat menyetujui semua usulan NV Asecher itu. Intan Trisakti kemudian
dipotong-potong hingga menjadi beberapa butir. Butiran terbesar konon berukuran
60 karat. Intan ini kemudian dibeli oleh seorang pengusaha Jerman sebagai
hadiah untuk isterinya. Butiran intan lainnya yang berukuran lebih kecil juga
dibeli orang tak lama setelah selesai dipotong dan digosok oleh tim ahli NV
Asecher Belanda.
Desember
1966
H.
Madslam menerima uang sebesar Rp. 2.140.000,- dari pemerintah pusat. Uang yang
diterimanya ini merupakan uang pembayaran tahap ke empat (tahap terakhir) untuk
pembelian Intan Trisakti. Pada hari itu juga uang dimaksud dibagi rata kepada
mereka yang berhak menerimanya.
Tahun
1973
H.
Madslam berangkat ke Jakarta
untuk menemui seorang pejabat BPU Pertambun yang berjanji akan membantunya
menuntut pembayaran tambahan kepada pemerintah pusat atas harga penjualan Intan
Trisakti miliknya.
H.
Madslam ketika itu Cuma menerima surat
penghargaan yang diberikan oleh Menteri Pertambangan RI Armunanto (Anggota
Kabinet Seribu Menteri).
Setelah
sempat menggelandang selama 2 hari di Istora Senayan Jakarta ,
H. Madslam akhirnya berhasil pulang kembali ke kota Cempaka. Biaya untuk pulang kembali ke kota Cempaka itu
diperolehnya dari bantuan Ridwan Machmud, pejabat BPU Pertambun Jakarta yang
bersimpati kepada nasib buruknya.
19 Juni
1975
H.
Madslam dkk mengangkat Antara Hutauruk sebagai pengacara yang akan bertindak
atas nama mereka dalam usaha menuntut tambahan pembayaran atas harga jual beli
Intan Trisakti kepada pemerintah pusat.
Langkah
pertama yang ditempuh Antara Hutauruk adalah mengirim surat kepada Direktur Utama BPU Pertambun
Jakarta. Isi surat
itu adalah pihak klien yang diwakilinya menuntut tambahan pembayaran atas harga
jual beli Intan Trisakti kepada pemerintah pusat.
19
Agustus 1975
Antara
Hutauruk mengirim surat
kepada Presiden Soeharto. Isi surat
itu adalah pihak klien yang diwakilinya menuntut tambahan pembayaran atas harga
jual beli Intan Trisakti kepada pemerintah pusat.
2
Oktober 1975
Antara
Hutauruk menerima balasan surat dari Inspektur
Jenderal Departemen Pertambangan
RI (Laksamana Muda JU Sulamet). Surat balasan itu berisi
penjelasan bahwa masalah pembayaran harga jual beli Intan Trisakti telah lama
diselesaikan oleh pemerintah pusat.
19
Oktober 1975
Antara
Hutauruk mengirim surat kepada Inspektur
Jenderal Departemen Pertambangan
RI (Laksamana Muda JU Sulamet).
Melalui surat
yang dikirimkannya itu Antara Hutauruk mengajukan sejumlah argumen dan
fakta-fakta yang mendukung klaimnya bahwa kliennya sangat layak untuk
mendapatkan uang tambahan pembayaran dari pemerintah pusat atas transaksi jual
beli Intan Trisakti telah lama diselesaikan oleh pemerintah pusat.
28
Oktober 1975
Sekretaris
Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara mengirim surat kepada Gubernur Kalsel. Surat itu berisi penegasan
bahwa masalah pembayaran harga jua beli Intan Trisakti telah lama diselesaikan
oleh pemerintah pusat.
19
Januari 1976
Antara
Hutauruk mengirim surat
kepada Presiden Soeharto dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Isi surat itu adalah pihak
klien yang diwakilinya menuntut tambahan pembayaran atas harga jual beli Intan
Trisakti kepada pemerintah pusat.
26
Pebruari 1976
Antara
Hutauruk menerima surat
balasan dari Mudjono, SH, Sekretaris Jenderal DPR RI. Surat itu berisi penegasan bahwa masalah
pembayaran harga jual beli Intan Trisakti telah lama diselesaikan oleh
pemerintah pusat.
16
Nopember 1976
Antara
Hutauruk mengirim surat
kepada Sekretaris Jenderal DPR RI di Jakarta. Melalui surat yang dikirimkannya itu Antara Hutauruk
mengajukan sejumlah argumen dan fakta-fakta yang mendukung klaimnya bahwa
kliennya sangat layak untuk mendapatkan uang tambahan pembayaran dari
pemerintah pusat atas transaksi jual beli Intan Trisakti telah lama
diselesaikan oleh pemerintah pusat.
5
Januari 1978
Antaraa
Hutauruk kembali mengirim surat
kepada Presiden Soeharto. Isi surat
itu adalah pihak klien yang diwakilinya menuntut tambahan pembayaran atas harga
jual beli Intan Trisakti kepada pemerintah pusat.
Majalah
Dialog Jakarta menurunkan tulisan bersambung tentang kisruhnya dan belum
tuntasnya pembayaran harga jual beli Intan Trisakti oleh pemerintah pusat
kepada H. Madslam dkk.
7
Nopember 1979
Antara Hutauruk mengundurkan diri sebagain pengacara
H. Madslam dan kawan-kawan
-oOo-
Sumber : http://m.facebook.com/note.php?note_id=172683222747254&refid=21&ref=nf_fr
Tragis.....miris membacanya....ketamakan pemerintah pusat