Ratu Zalecha
Posted: Rabu, 12 Desember 2012 by Rusman Effendi in
0
Ratu Zaleha adalah satu dari sedikit pejuang wanita di
Nusantara yang gagah berani membela tanah airnya dari cengkeraman kuku
penjajahan Belanda. Bersama sang suami, Gusti Muhammad Arsyad bin Gusti
Muhammad Said, Ratu Zaleha adalah penerus perjuangan Pahlawan Nasional Perang
Banjar Pangeran Antasari.
Ratu Zaleha (Gusti Zaleha) dan Gusti Muhammad Arsyad
memiliki hubungan kekerabatan sangat dekat. Orangtua Ratu Zaleha: Sultan
Muhamad Seman dan orangtua Gusti Muhammad Arsyad: Gusti Muhammad Said adalah
anak Pangeran Antasari. Jadi antara Ratu Zaleha dan Gusti Muhammad Arsyad
terhitung saudara sepupu sekali.
Pangeran Antasari bersama Pangeran Hidayatullah, Demang
Leman, Penghulu Rasyid, Tumenggung Jalil, Tumenggung Surapati, Haji Buyasin dan
pejuang-pejuang Banjar lainnya bahu-membahu mengobarkan perang melawan
kolonialisme Belanda. Perang permusuhan terhadap Belanda tak berhenti setelah
sejumlah tokoh gugur atau diasingkan keluar pulau. Perlawanan dilanjutkan oleh
anak keturunannya meski harus menderita kelaparan kekurangan makanan, keluar
masuk hutan rimba pedalaman Kalimantan dan setiap waktu diintai maut karena
menolak tunduk kepada Belanda.
Salah satu pejuang yang pantang menyerah kepada Belanda
adalah Ratu Zaleha. Ratu Zaleha akhirnya berjuang sendirian setelah suaminya
Gusti Muhammad Arsyad ditangkap Belanda pada 4 Januari 1904 (kemudian
diasingkan ke Bogor) dan ayahnya Sultan Muhammad Seman tewas dalam pertempuran
di Bomban Kalang Barat, hulu Beras Kuning, Sungai Menawing, pedalaman Barito,
24 Januari 1905.
Setelah tertangkap dan gugurnya para tokoh pejuang ini,
Ratu Zaleha pun menjadi target utama yang paling dicari Belanda. Walau
menderita kelelahan fisik dan batin luar biasa karena menjadi buruan Belanda,
Ratu Zaleha menolak menyerah. Ia terus melawan. Bahkan, senjata kelewang Ratu
Zaleha pernah memotong leher serdadu Belanda dalam suatu pertempuran di Barito.
Anggaraini Antemas dalam artikelnya di Harian Utama edisi
26 September 1970 yang berjudul ‘Mengenang Kembali Perdjuangan Pahlawan Puteri
Kalimantan Gusti Zaleha’, menyebutkan dalam suatu medan perang di lembah Barito
Ratu Zaleha terkepung pasukan Belanda. Hutan di sekitarnya dibakar oleh pasukan
Belanda hingga menjadi lautan api. Di bawah desingan peluru dan kepungan
api yang membakar, Gusti Zaleha keluar mempertahankan hidupnya yang terakhir.
“Rambutnya yang cukup panjang dan disanggul rapi telah
putus dilanda peluru. Sedang lengannya yang kiri ditembus pula oleh peluru yang
lain sehingga badannya bergelimang merah darah. Baju dan celana compang camping,
darahnya mengalir membasahi tubuh, namun air matanya tak pernah jatuh
setetespun menyesali perbuatannya itu. Wasiat almarhum ayah dan suaminya
sebelum masuk perangkap Belanda tetap dipegang teguh,” tulis Anggraini. Untuk
sementara Ratu Zaleha dapat meloloskan diri dari kepungan maut peluru dan api
yang dahsyat.
Bujukan menyerah dari Belanda tak mampu meluluhkan hati
Ratu Zaleha. Perlawanan Ratu Zaleha berakhir di awal tahun 1906. Menurut Gusti
Hindun, keponakan Ratu Zaleha yang juga putri Gusti Muhammad Arsyad, pejuang
wanita Banjar ini akhirnya tertangkap setelah pelarian seusai aksi bumi hangus
Belanda.
Setelah terus diburu tanpa henti oleh tentara Belanda, Ratu
Zaleha menyelamatkan diri di sebuah rumah penduduk. Oleh tuan rumah ia
ditawari untuk membersihkan badan dan pakaian yang kotor. Usai mandi, tanpa
sempat beristirahat ia sudah siap dijemput pasukan tentara Belanda yang telah
menunggunya di pekarangan rumah.
“Beliau masuk ke rumah penduduk dan setelah membersihkan
badan, di luar halaman rumah sudah penuh tentara Belanda,” kata Gusti Hindun,
85 tahun kepada KabarBanjarmasin.com.
Menurut Anggaraini, peristiwa tertangkapnya Ratu Zaleha itu
karena pengkhianatan penduduk. Dari Barito, Ratu Zaleha dibawa ke Banjarmasin
dan selanjutnya diasingkan ke Bogor (di kawasan Keramat Empang Bogor) untuk
berkumpul dengan suaminya Gusti Muhammad Arsyad.
Ratu Zaleha dan Gusti Muhammad Arsyad kemudian
dipulangkan ke Banjarmasin oleh pemerintah Belanda pada tahun 1937. Sempat
menikmati suasana Indonesia Merdeka, Ratu Zaleha akhirnya berpulang ke
rahmatullah pada 24 September 1953 dalam usia lebih 70 tahun. Sementara Gusti
Muhammad Arsyad telah mendahului meninggal dunia pada tahun 1941 dalam usia 73
tahun. Jenazah Ratu Zaleha dimakamkan di Komplek Makam Pahlawan Perang Banjar
di Jalan Masjid Jami Banjarmasin
Sumber : http://www.kabarbanjarmasin.com/posting/ratu-zaleha-pahlawan-wanita-dari-kalimantan.html