Hamuk Hantarakung
Posted: Sabtu, 28 Juli 2012 by Rusman Effendi in
1
Gerakan penentangan ini dipimpin oleh Bukhari,
seorang pahlawan dalam upaya mencapai kemerdekaan. Bukhari (1850-1899). Beliau
lahir di Hantarukung dan wafat juga di Hantarukung pada tanggal 19 September
1899 di Hantarukung, Simpur, Hulu Sungai Selatan). Bukhari adalah salah seorang
pejuang Perang Banjar yang memimpin perlawanan rakyat yang disebut Amuk
Hantarukung yang terjadi di masa Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari.
Ayah Bukhari bernama Manggir dan ibu bernama Bariah Bukhari semasa mudanya
merantau ke Puruk Cahu (Kalimantan Tengah) mengikuti pamannya Kasim yang
menjadi panakawan dari Sultan Muhammad Seman. Sejak itu Sultan pun menjadikan
Bukhari sebagai panakawan.
Bukhari seorang yang setia mengabdikan dirinya.
Ia orang yang dipercaya sebagai pemayung Sultan. Ia dikenal di kalangan istana
sebagai seorang yang mempunyai ilmu kesaktian dan kekebalan. Bahkan tersiar
berita bahwa dengan ilmunya itu kalau ia tewas dapat hidup kembali. Ilmu ini
diajarkan kepada siapa yang menjadi pendukungnya. Adanya kelebihan-kelebihan
Bukhari tersebut, menyebabkan dia dan adiknya bernama Santar mendapat tugas
untuk menyusun dan memperkuat barisan perlawanan rakyat terhadap Belanda di
daerah Banua Lima, Kalimantan Selatan.
Dengan membawa resmi dari Sultan Muhammad Seman,
Bukhari dan Santar kembali ke Hantarukung untuk menyusun suatu pemberontakan
rakyat terhadap pemerintah Belanda. Kedatangan Bukhari diterima hangat oleh
penduduk desa Hantarukung. Dengan bantuan Pangerak Yuya, Bukhari berhasil
mengorganisir kekuatan rakyat untuk melawan Belanda. Sebanyak 25 orang penduduk
telah menyatakan diri sebagai pengikutnya, dan di bawah pimpinan Bukhari dan
Santar siap untuk melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Belanda. Gerakan
Bukhari ini bahkan kemudian mendapat dukungan selain penduduk Hantarukung, juga
penduduk kampung Hamparaya dan Ulin.
Perlawanan mula-mula dilakukan dengan tidak
bersedia lagi melakukan kerja rodi . Sikap penduduk dan tindakan Pangerak Yuya
yang tidak mau menurunkan penduduk untuk menggali parit antara Kandangan
-Negara tersebut, kemudian dilaporkan oleh Pambakal Imat kepada Kepala Distrik,
karena Kepala distrik tidak ada di tempat, Pambakal melaporkan kepada
Controleur Belanda di kota Kandangan.
Penguasa Belanda di Kandangan sangat marah
mendengar berita itu pada tanggal 18 September 1899 berangkatlah rombongan
penguasa Belanda yang terdiri dari Controleur Adsenarpont Domes dan Adspirant
K. Wehonleschen beserta 5 orang Indonesia (opas dan pambakal) yang setia kepada
Belanda. Dengan menaiki kereta kuda dan diikuti yang lainnya Controleur
Adsenerpont Domes ke desa Hantarukung menemui Pangerak Yuya. Pangerak yang
telah bekerja sama dengan Bukhari untuk melawan pemerintah Belanda ini ketika
dipanggil oleh Controleur keluar dari rumahnya dengan tombak dan parang tanpa
sarung. Setelah terjadi tanya jawab mengenai mengapa penduduk tidak mengerjakan
lagi gerakan menggali parit Kandangan-Negara, tiba-tiba muncul ratusan penduduk
di bawah pimpinan Bukhari dan Santar sambil mengucapkan shalawat nabi maju ke
arah Controleur dengan senjata tombak, serapang dan lain-lainnya.
Dalam peristiwa itu telah terbunuh tuan
Controleur Domes dan Adspirant Wehonleshen serta seorang anaknya. Sementara 4
orang lainnya dapat melarikan diri. Mereka itu antara lain opas Dalau dan Kiai
Negara (kepala Distrik Negara). Peristiwa tanggal 18 September 1899 ini
terkenal dengan Pemberontakan Amuk Hantarukung yang dipelopori oleh Bukhari.
Peristiwa 18 September 1899 dengan terbunuhnya
Controleur dan Adspirant Belanda segera sampai kepada pejabat-pejabat Belanda
di kota
Kandangan. Kemarahan pihak Belanda tidak dapat terbendung lagi. Besok harinya
pada hari Senin tanggal 19 September 1899 sekitar pukul 13.00 siang hari
pasukan Belanda datang untuk mengadakan pembalasan terhadap penduduk. Serangan
pembalasan tersebut dipimpin oleh Kiai Jamjam, dengan diperkuat oleh 2 Kompi
serdadu Belanda bersenjata lengkap. Penduduk desa Hantarukung telah menyadari
pula peristiwa yang akan terjadi. Beratus-ratus penduduk di bawah pimpinan
Bukhari, Santar dan Pengerak Yuya siap dengan senjata mereka di pinggiran hutan
dan keliling danau menanti kedatangan pasukan Belanda. Ketika sampai di desa
Hantarukung di suatu persawahan, melihat keadaan sepi, Kapten Belanda
melepaskan tembakan peringatan agar penduduk menyerah. Pada waktu itulah
Bukhari bersama-sama Haji Matamin dan Landuk tampil dengan senjata terhunus
maju menyerbu musuh sambil mengucapkan Allahu Akbar berulang-ulang. Pertempuran
tidak seimbang terjadi, rakyat dengan senjata tradisional melawan pasukan
Belanda yang bersenjata api. Namun semangat Bukhari dan rakyat setempat
menyala-nyala, sehingga pasukan Belanda sempat kerepotan menghadapi serbuan
rakyat. Dalam pertempuran tersebut. Bukhari, Haji Matamin dan Landuk dan
Pengerak Yuya gugur di tembus peluru Belanda. Dalam peristiwa 2 hari di
Hantarukung tersebut telah terbunuh di pihak Belanda adalah Controleur Domes,
Adspirant Wehonleschen dan seorang pembantunya.
Peristiwa ini berlanjut dengan terjadinya
pembersihan secara kejam oleh Belanda terhadap penduduk yang terlibat terutama
penduduk di desa Hantarukung, Hamparaya, Ulin, Wasah Hilir dan Simpur.
Penangkapan segera dijalankan oleh militer Belanda. Mereka yang ditangkapi
tersebut berjumlah 23 orang yakni : Hala, Hair, Bain, Idir, Sahintul, H.
Sanadin, Fakih, Unin, Mayasin, Atma, Alas, Tanang, Tasin, Bulat, Sudin,
Matasin, Yasin, Usin, Sahinin, Unan, Saal, Lasan dan Atmin. Selanjutnya yang
mati di dalam penjara adalah : Hala, Hair, Bain, dan Idir. Sedangkan yang mati
digantung adalah : Sahitul, H. Sanaddin, Fakih, Unin, Mayasin, Atma, Alas,
Tanang dan Tasin. Mereka yang dibuang keluar daerah adalah: Bulat, Suddin,
Matasin, Yasin, Sahinin, Unan, Saal, Lasan, Atnin, dan Santar. Jenazah Bukhari,
Landuk dan Matamin dimakamkan di Kampung Perincahan, Kecamatan Kandangan, Hulu
Sungai Selatan yang dikenal dengan makam Tumpang Talu. Sedangkan sembilan orang
dihukum gantung oleh Belanda tersebut dimakamkan di kuburan Bawah Tandui di
Kampung Hantarukung di Kecamatan Simpur, Hulu Sungai Selatan.
Sumber :
http://nizhamul-aulia.blogspot.com/